Baca Juga
Dia membayangkan betapa melelahkan harus berjalan kaki sejauh tiga kilo meter lagi untuk sampai di tempat tujuannya itu. Apa lagi suasana di sekitar tempat dia berdiri sepi sekali tak ada dilihatnya ada orang yang lewat. Sinar matahari siang itu panas sekali, sepanas hatinya saat mendengarkan kata kata yang diucapkan oleh Ratmi, istrinya, ketika mereka terlibat dalam adu mulut yang seru tiga hari yang lalu. Kata kata pedas menyakitkan yang keluar dari mulut istrinya senantiasa terngiang di telinganya menggangu pikirannya.
“ Hei, Jasman… Kau ini suami seperti apa. Mana tanggungjawabmu pada keluargamu? Dulu saat melamarku kau berjanji akan membahagiakan aku. Mau membangun rumah, mau beli sawah, mau bikin tambak ikan, mau punya ternak kambing seratus ekor segala. Sekarang kenyataannya malah nol besar! Ngasih makan anak istri saja cuma seadanya. Boro boro mau jadi orang kaya. Dasar lelaki tidak bertanggungjawab!” Maki Ratmi siang itu ketika Jasman baru saja mau rebahan di kamarnya usai narik ojek.
Walau hatinya rasa terbakar,namun Jasman diam saja, dia enggan meladeni omelan istrinya itu. Jasman dan istrinya belakangan ini memang sering bertengkar. Yang jadimasalahnya tentu saja soal ekonomi rumah tangga mereka yang serba kekurangan karena penghasilan Jasman yang tidak menentu.
Perkawinan mereka mulanya cukup harmonis. Karena dulu waktu melamar Ratmi,Jasman memilik usaha yang lumayan. Dia punya usaha jual beli kambing yang omsetnya cukup besar, Tetapi usahanya itu tidak bertahan lama. Ketika usia perkawinan mereka menginjak di usia tiga tahun, seiring banyaknya persaingan dan jatuhnya harga pasaran kambing, membuat usaha Jasman mengalami kebangkrutan.
Demi menjaga keutuhan rumah tangganya, Jasman terpaksa aleh profesi jadi tukang ojek. Dia menjual sisa kambingnya lalu dibelikannya motor bekas untuk dipergunakannya ngojek. Dengan motor itulah Jasman harus bangun pagi mengantarkan ibu-ibu pedagang sayur ke pasar Cimeng.
Mulanya pekerjaannya lancarlancar saja. Meskipun pendapatannya tidak seberapa, namun istrinya masih mau menerima setiap dia memberikan uang dapur. Namun saat musim hujan pekerjaan Jasman tersendat, karena motornya sering rusak akibat menempuh jalan becek dan berlubang. Kalau motornya rusak Jasman terpaksa berhenti ngojek. Seharian dia harus memperbaiki motornya itu.
Akibatnya Jasman tidak bisa memberi uang dapur pada Ratmi. Penghasilan yang kembang kempis itulah yang jadi penyebab timbulnya pertengkaran. Karena Ratmi yang sedang hamil itu kini tiba tiba jadi berubah sangat cerewet. “Kalau cuma segini mana cukup?” Teriak istrinya sewot saat siang itu Jasman cuma sempat narik satu kali karena motornya rusak. “Kalau begini terus aku bisa mati kelapasan!” Teriak Ratmi yang semakin lama semakin culas dancerewet.
Mungkin ini bawaan bayi yang dikandungnya, ucap Jasman dalam hati menghibur dirinya. “Kalau aku ngomong bukannya berusaha cari kerjaan lain,kek. Cari dong kerjaan yang menghasilkan uang banyak. Jangan Cuma mengandalkan motor butut itu. Jangan Cuma diam saja!” Diam dan bersabar. Saat menghadapi sikap istrinya itu.
Karena sengaja tidak mau menjawabnya, karena dia tahu,sepatah kata saja yang keluar dari mulutnya, istrinya pasti akan cepat membalasnya dengan kata kata yang lebih menyakitkan lagi. Ratmi memang sudah keterlaluan. Setiap Jasman memberinya uang dia tak pernah merasa bersyukur. Jangankan untuk mengucapkan terima kasih, malah omelan yang menyakitkan yang keluar dari mulutnya.
Lama lama Jasman tidak kuat menghadapi kelakuan istrinya itu.Pernah terlintas di hatinya untuk pergi saja meninggalkan perempuan cerewet itu,tetapi dia tidak sampai hati karena dia masih mencintai istrinya itu. Apa lagi istrinya itu tengah mengandung anaknya yang kedua. Tetapi sikap istrinya itu sudah kelewatan. Jasman memang menyadari kelemahannya. Dia sebenarnya ingin sekali membahagiakan istrinya itu. Karena itulah dia jadi nekad mengikuti bisikan iblis yang merayunya untuk pergi ke petilana tangga sembilan yang konon menurut cerita burung yang didengarnya, kalau di tempat itu orang bisa ngalab berkah untuk memperoleh kekayaan dengan cepat.
vimax makassar
Apa lagi menurut cerita mereka yang pernah ke sana bahwa minta pesugihan di tempat itu tidak memerlukan persyaratan apapun. Malah saat ritualnya pelakunya mendapatkan pelayanan yang menyenangkan. Sebenarnya Petilasan yang terletak di lereng bukit Cutmailang itu Cuma sebuah kuburan kuno yang memiliki cungkup yang tidak begitu lebar. Orang menyebut tangga sembilan karena untuk mencapai kuburan kuno itu harus menapaki semacam tangga batu yang berjumlah sembilan. Cungkup yang ada di kuburan kuno itu selalu bersih karena digunakan oleh pengunjungnya untuk bermalam.
Konon Nyi Arum,penghuni gaib keramat itu muncul pada saat tengah malam untuk menemui mereka yang datang minta pesugihan. Berdiri bulu kuduk Jasman saat dia menginjakkan kakinya di petilasan itu. Suasana di situ sangan seram dan mencengkam. Perlahgan timbul rasa takut di hati Jasman.Suara desir angin membuat hatinya bertambah ciut.
Ingin rasanya dia membalikan badannya dan pergi dari tempat itu, tetapi bayangan wajah istrinya seperti menghadangnya. Tidak, aku tidak boleh takut. Aku harus berhasil,ucapnya dalam hati. “Selamat datang Ki sanak!” Jasman kaget sekali. Dia ingin berteriak, tetapi lehernya seperti tercekik. Betapa tidak? Tiba tiba saja entah dari mana tahu tahu dihadapannya berdiri seorang perempuan cantik yang mengenakan gaun putih transparan.
Perempuan itu tersenyum pada Jasman. Senyumnya itu seakan menyihir dirinya merubah rasa takut menjadi rasa terpesona dan gairah. Ya,tentu saja Jasman terpesona karena perempuan yang berdiri dan tersenyum manis dihadapannya itu sangat cantik dan pakaiannya yang menerawangkan lekuk tubuhnya yang seksi. “Kau datang ke sini pasti untuk mencari harta kekayaan,bukan?” Tanya perempuan itu. “Nyai ini si..siapa?” “Aku Nyi Arum Sari Si pemberi kekayaan itu!” Jasman hanya diam terpaku.Dia seperti tidak percaya pada kenyataan yang dihadapinya saat ini. Melihat sikap
Jasman itu Nyi Arum Sari tersenyum penuh arti. “Ki Sanak…Malam ini kau adalah tamuku. Aku akan melayanimu dan akan memberi harta kekayaan padamu,” ucap Nyi Arum seraya merengkuh tubuh Jasman ke dalam pelukkannya. Aroma wangi bunga membuat Jasman merasa gairahnya terpanggil dan dia merespon sikap perempuan itu hingga terjadilah pergumulam penuh berahi. Entah berapa lama makhluk berbeda alam itu tenggelam dalam lautan nafsu purba itu. Yang jelas ketika panasnya matahari menjilati wajah Jasman, lelaki itu terbangun.
Dia terkejut sekali karena melihat tubuhnya bugil. Dan lebih terkejut lagi manakala dilihatnya ada beberapa bongkah emas di sampingnya. Singkat cerita,Jasman kini telah jadi orang kaya raya. Istrinya tentu saja menjadi orang yang paling bahagia menikmati hasil lelaku suaminya itu. Kini tuntutannya jadi kenyataan. Ratmi kini punya rumah mewah, punya sawah, punya tambak ikan. Ratmi bukannya tidak tahu apa yang telah dilakukan suaminya itu. Tetapi dia tidak perduli.
Pokoknya yang penting baginya dia sudah tidak lagi menerima uang recehan yang diberikan oleh Jasman setiap dia pulang narik ojek. Menu makannya tidak lagi cuma tempe goreng dan daun singkong yang dipetiknya dari belakang rumah. Kini berganti dengan menu ayam goreng dan semur daging kesukaan suaminya. Sikapnya pun sudah berubah dia begitu memanjakan Jasman.Akan halnya Jasman, dia merasa lega karena tidak lagi mendengar omelan dan makian istrinya.
Meskipun sebenarnya jauh di lubuk hatinya batinnya menangis pilu. Karena meskipun kini dia sudah jadi orang kaya dan terpandang, namun satu hal yang membuat dirinya sama sekali tidak merasa bangga dan bahagia terhadap apa yang dimilikinya itu. Betapa tidak? Karena Jasman kini sudah kehilangan jati dirinya sebagai lelaki sejati. Jasman sudah hilang keperkasaannya.
Dia tidak mampu lagi melayani kebutuhan biologis istrinya! “Ingat, Ki sanak…Sejak malam ini kau adalah suamiku. Kau tidak bisa melayani orang lain walaupun istrimu sendiri!” Desis Nyi Arum Sari saat melayani Jasman malam itu. Sayangnya kalimat itu diucapkan perempuan iblis itu saat semuanya telah terjadi. Jasman merasa dirinya sudah terjebak. Dia kini sama sekali tidak berdaya selain pasrah menerima akibat dari perbuatan sesatnya itu.